Sabtu, 26 Desember 2009

KETERKAITAN KETEGANGAN DAN PENYAKIT

Lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu, pernah didiskripsikan
suatu keterkaitan antara sikap batin dengan jasmani seseorang. Uraian
tersebut di antaranya berisikan analisa dan sintesa atas proses batin
dan jasmani mahluk hidup, yang sampai saat ini dikenal oleh dunia
Barat sebagai aspek psikologi religius yang telah membuka mata para
psikolog, dokter dan ilmuwan di dunia. Menurut uraian itu, jasmani
(materi tubuh) suatu mahluk berproses dikondisikan oleh 4 hal, yaitu:
1. dikondisikan oleh perbuatan
2. dikondisikan oleh pikiran
3. dikondisikan oleh makanan
4. dikondisikan oleh lingkungan (temperatur, kelembaban, udara, dsb.)
Setiap perbuatan yang dilakukan pasti memproduksi materi tertentu pada
pelaku perbuatan tersebut. Pikiranpun demikian. Misalkan saja
seseorang tergiur melihat mangga muda, walaupun seolah 'ia tak
menyadarinya', getah lambung terproduksi. Getah lambung ini bereaksi
dengan zat-zat di sekitarnya dan bereaksi pula dengan makanan yang
telah dimakan, dengan suhu tubuh, kelembaban, udara, dan materi yang
diproduksi oleh perbuatan. Keempat kondisi di atas menghasilkan materi
tubuh dan berkombinasi sedemikian rupa sehingga jasmani seseorang
berbeda-beda bentuk dan kesehatannya.

Dalam hubungannya dengan aspek psikologi fenomena di atas, marilah
kita batasi pembicaraan kita dengan melihat secara sepintas hubungan
antara ketegangan dengan penyakit.

Setelah berkunjung ke dokter, seorang yang mengeluh sesak di dada
dapat menjadi tegang sekali. Ia disuruh ke laboratorium untuk periksa
darah lengkap. Kemudian ia disuruh datang ke rumah sakit untuk membuat
foto sinar tembus dada. selanjutnya ia harus datang ke bagian penyakit
dalam untuk memperoleh suntikan di bawah kulit. Dan akhirnya ia
menjalani perekaman aktivitas jantungnya.

Ia tegang karena khawatir menderita penyakit yang berbahaya. "Jantung
atau parukah yang dipersoalkan dokter?" demikianlah pertanyaan dan
jawabah dugaan yang dilontarkan di dalam pikiran yang tegang itu.
"Sangat mungkin paru yang kurang beres karena pertanyaan-pertanyaan
dokternya banyak kali mengenai ludah, napas, dan batuk. Apakah TBC
atau kanker paru? Mungkin juga kanker karena saya banyak merokok.
Tapi, saya tidak batuk dan menjadi kurus pun tidak. Wah, kalau begitu
jantung yang kurang baik pun bisa mendasari sesak di dada. Tapi
bagaimana jantung bisa rusak? Saya masih dapat berlari seperti anak
muda. Naik tangga pun tidak membuat saya letih."

Ketegangan mereda dan akhirnya lenyap setelah dokter menyatakan bahwa
jantung dan parunya baik sekali dan ia tidak usah mengkhawatirkan
sesak di dada itu. "Nanti juga baik sendiri," ucap dokter, sambil
menyodorkan sehelai resep untuk pengambilan obat di apotik.

Sambil berjalan menuju ke apotik, timbullah pertanyaan yang
membingungkan dia. "Kalau nanti bisa baik sendiri, mengapa dokter
memberikan obat padaku?" ia mengadakan monolog lagi. Dengan berkata
dalam diri sendiri ia menjadi tenang juga,"mungkin obat itu diberi
untuk mempercepat kesembuhan. Tetapi apa salahnya kalau bertanya
kepada apoteker, obat yang dibeli itu untuk penyakit apa?" Ternyata
bahwa obat itu adalah obat penyakit saraf. Mulailah ia berpikir lagi
dengan kelanjutan menegangkan diri sendiri.

Itulah contoh mengenai ketegangan yang bisa timbul akibat kunjungan ke
dokter. Seorang yang tidak mempunyai watak mudah tegang tidak berpikir
panjang seperti orang yang dicontohkan. Kepribadian itu diliputi
ketakutan yang tidak beralasan, yang dinamakan 'ansietas' (cat.:
ansietas ini adalah istilah dalam psikologi umum). 'Takut gagal'
meliputi pikiran pelajar yang sedang mempersiapkan diri untuk suatu
ujian. "Takut lupa" mendorong seseorang mencatat hal sepele dalam buku
catatan kecilnya. "Takut terlambat" membuat seseorang pergi ke
lapangan terbang beberapa jam sebelum waktu yang ditentukan.

Ansietas adalah perasaan takut yang tumbuh dalam batin seseorang akan
hal-hal yang belum terjadi. Ansietas ini tertanam dan tumbuh dalam
batin seseorang oleh lingkungan semasa perkembangan hidup menjelang
tahap kedewasaannya. Orang tua dengan ansietas, mendidik dan
membesarkan anaknya dalam suasana ansietas. Jaman yang penuh dengan
ketegangan dan bahaya membekas dalam batin manusia dan mudah
mengkondisikan berkembangnya ansietas.

Reaksi jasmani yang timbul pada saat ansietas itu muncul merupakan
fenomena perangai/tingkah laku emosional. contohnya, seseorang yang
tegang karena nyaris melakukan perbuatan yang tidak diingini. Seorang
ibu menahan dirinya sewaktu anaknya membantah pendapatnya. Darah
terasa naik ke kepala dan kepalanya terasa menjadi besar. jantungnya
berdentum. Otot di sekitar mulut bergerak-gerak tanpa dikehendaki.
Kata-kata yang hendak dikeluarkan 'terhalang di dalam tenggoroknya'
sehingga akhirnya ia tidak berdaya untuk melakukan apa-apa selain
merenungkan fungsinya sebagai ibu yang tidak dapat dihargai anaknya.
"Untung" ia dapat menahan diri. Jika tidak, hampir saja ia melemparkan
tempat abu rokok ke arah anaknya.

Ketegangan yang dialami ibu di atas dapat menimbulkan reaksi jasmani
yang menyebabkan lemas sehingga si ibu jatuh lunglai di lantai dan
'tak sadar'/pingsan.

Contoh yang menjelaskan dapat diberikan oleh seseorang yang sangat
tegang karena ngeri tertimpa musibah. Dalam hal ini, seorang
pengendara mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi secara mendadak
menghentikan mobilnya karena ada orang yang memotong jalan. Dengan
reaksi yang cepat ia menginjak rem dan nyaris menabrak orang.

Saat-saat yang menegangkan itu, walaupun berlangsung sejenak,
menimbulkan reaksi jasmani yang hebat. Ia kehilangan tenaga. Seluruh
tubuhnya lemas, hampir tak dapat memegang stir mobil. seluruh badan
gemetar. Jantung berdenyut cepat dan keringat dingin membasahi kulit
wajah dan lehernya. Bicara pun hampir tak kuat lagi. Setelah beberapa
menit barulah ia menarik napas dalam dan legalah dadanya.

Tiap orang dapat mengalami hal di atas. Tapi bagi yang mudah
terpengaruh oleh ketengangan yang kecil, maka mudah terkena lemas,
jantung berdebar, 'sakit kepala', 'sakit pinggang', 'berkeringat
banyak', 'susah buang air besar', 'buang-buang air besar', dan orang
ini adalah orang yang memiliki saraf lemah.

Dalam uraian psikologi pada bagian awal tulisan ini, dinyatakan bahwa
'pemimpin' yang mengkondisikan seseorang dilahirkan dengan saraf yang
kuat adalah 'perbuatan'. Selanjutnya pikiran yang tergolong 'ansietas'
akan menghasilkan materi tertentu yang mengkondisikan lemahnya saraf
tersebut, di samping kombinasinya dengan faktor panas/dingin/lembab
dan makanan yang dikonsumsi orang tersebut. Dengan demikian, orang
yang lahir dengan saraf yang kuat, apabila batinnya secara terus-
menerus diliputi ansietas, maka pada taraf tertentu sarafnya akan
menjadi lemah. Hal ini sering menimpa orang-orang yang kehidupannya
diperbudak oleh materi dan waktu, yang batinnya sangat kecil sekali
mengkonsumsi hal-hal yang bersifat menenangkan. Oleh karena itu,
tidaklah heran bahwa di dunia saat ini banyak penyakit-penyakit fisik
yang tiba-tiba menimpa sebagian besar orang yang disinyalir sehat
fisiknya. Tidak lain dan tidak bukan, karena sebagian besar orang-
orang itu memiliki sebab-sebab sebelumnya, yaitu 'penyakit pikiran'
yang tergolong 'ansietas.' Penyakit pikiran inipun memiliki sebab,
yaitu hasrat yang melekat kuat terhadap objek-objek yang ingin
dinikmatinya atau hasrat yang menolak kuat terhadap objek-objek yang
tidak disukainya, akibat kebodohannya akan hakekat sesungguhnya objek-
objek dan dirinya itu. Secara keseluruhan, kombinasi proses batin yang
kompleks akan menghasilkan struktur tubuh yang kompleks pula, sehingga
sangat logis bahwa semua manusia tidak ada yang berwajah sama,
sekalipun kembar, hanya mirip saja, bahkan lebih banyak perbedaannya,
demikian pula prilaku batinnya.

Catatan: Aspek Stress yang berupa kegembiraan, keharuan dan sebagainya
dan kaitannya dengan jasmani akan dibahas pada kesempatan berikutnya.



Bahan bacaan:

Dhammananda, K. 1967. Why Worry. The Buddhist Missionary Society,
Malaysia, 116p.
Sidharta, P. 1991. Seri Kedokteran: Ketegangan dan Akibatnya, Gaya
Favorit Press, Jakarta, 103 hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar