Rabu, 23 Desember 2009

SIMBOL-SIMBOL DALAM AGAMA BUDDHA

Umat non Buddhis sering bertanya, apakah umat Buddha memuja patung atau tidak. Jawaban yang tepat umat Buddha mengetahui, memberitahu siapa Sang Buddha dan pengertian Buddha itu. Umat Buddha tidak memuja patung atau sembahyang pada patung itu untuk mengharapkan anugerah keduniawian atau kesenangan indera dimana mereka tinggal atau keadaan yang menyenangkan seperti surga setelah meninggal.
Gambaran sebelum mereka memberi penghormatan hanya mewakili seseorang dari siapa yang mereka hormati dan bersyukur karenanya, melalui usaha sendiri dan kebijaksanaan, menemukan jalan damai yang nyata dan membuatnya mengetahui segalanya. Persembahan yang mereka buat adalah simbol penghormatan mereka kepada Sang Buddha dan sebuah makna dari memusatkan pikirannya pada tanda dari kata-kata yang mereka bawakan.
Seperti orang yang sedang melihat gambar dari orang yang mereka cintai, ketika berpisah oleh kematian atau jarak yang jauh. Demikian juga umat Buddha, senang memilikinya sebelum mereka menghormati gurunya karena penghormatan ini memungkinkan mereka untuk berpikir tentang kebajikan-Nya, cinta kasih-Nya. Buddha adalah simbol dari cita-cita penerangan sempurna. Memiliki kasih sayang yang sempurna dan kebijaksanaan yang sempurna. Patung Buddha bukanlah berhala seperti yang dipikirkan oleh umat Non Buddhis. Patung ini ditempatkan di atas altar, patung itu juga tetap ada di dalam pikiran dan batin kita.
Umat Buddha tidak memuja patung. Kenyataannya, kata memuja seperti yang dikenal di Barat tidak ada dalam agama Buddha. Kata Buddha berarti penerangan sempurna. Buddha adalah laki-laki, manusia, tetapi dia maha sempurna seperti yang dikatakan, Beliau datang untuk memahami kebenaran tentang hidup dan dunia, dan beliau hidup untuk kebenaran.
Patung adalah hasil seni dari seorang seniman, penghormatan tertinggi dan yang Maha Sempurna. Patung Buddha tidak mutlak diperlukan atau dimiliki dalam vihara. Akan tetapi alangkah baiknya memiliki patung Buddha. Ini merupakan suatu titik fokus, pengikat. Kita mendapat inspirasi dan mendorong diri kita sendiri untuk mencapai Penerangan Sempurna.
Ada beragam patung Buddha yang berbeda-beda seperti patung Buddha Gotama, Buddha secara sejarah. Ada beberapa patung Buddha yang diidamkan seperti Amitaba Buddha, Vairocana Buddha, Bhesajyaguru, dan yang lain. Ada beberapa patung dari Bodhisatta yaitu Avalokitesvara Bodhisatva yang merupakan simbol belas kasihan dan yang sering diartikan sebagi Dewi Welas Asih di Barat. Demikianlah pengertian patung Bodhisatta dalam agama Buddha yang merupakan ekspresi seni dari khalayak orang dan pemujaan.


BUNGA
Bunga merupakan sesuatu yang indah untuk di dekorasi. Akan tetapi bunga dalam vihara melambangkan ajaran yang tidak kekal. Sang Buddha mengajarkan bahwa semua benda yang ada di dunia ini mengalami perubahan yang tetap, tidak ada yang kekal. Bunga kelihatan indah di pagi hari tetapi layu pada siang hari. Demikian pula kehidupan di dunia ini seperti yang terlihat pada bunga. Bunga mengingatkan kita pada segala hal dan kehidupan. Kita dihadapkan pada kenyataan dari usia tua, sakit, mati tanpa memandang keinginan kita mau atau tidak.
Ini adalah salah satu renungan dari persembahan bunga;
Bunga ini saya persembahkan untuk mengingat Sang Buddha, yang telah mencapai Penerangan sempurna.
Bunga ini adalah bentuk dari kejujuran, keagungan dalam warna, pandangan yang indah.
Namun semuanya akan berakhir, bentuknya akan layu, warnanya akan memudar, wanginya akan hilang.
Ini menunjukkan semua kondisi suatu subjek dapat berubah dan menderita serta tidak nyata.
Menyadari hal ini mungkin kita akan mencapai Nibbana, kedamaian sempurna yang abadi.

DUPA
Dupa adalah simbol yang menandai semangat dari kesucian dan persembahan diri sendiri. Dupa memiliki potensi untuk menghasilkan keharuman hanya ketika di bakar dupa menyebarkan bau wanginya. Ketika seseorang membakar dupa, akan terpikir bahwa seperti dupa yang terbakar ini, merupakan kesenangan menyebarkan bau wangi. "Saya akan mempersembahkan tubuh saya untuk tujuan yang tertinggi, lebih dari diri saya sendiri".
Seseorang yang selalu punya keinginan untuk pergi lebih dari setengah jalan untuk membantu orang lain, yang bersahabat dan ramah tamah, orang seperti ini selalu disukai oleh orang lain dan dupa menyebarkan keharumannya.
Dupa mempunyai warna-warna dan keharuman yang berbeda. Beberapa jenis dupa berbentuk bubuk halus, yang lainnya berbentuk batangan atau bentuk kue dengan bau yang berbeda. Juga dalam macam-macam warna ungu, hitam, kuning, hijau dan coklat. Tetapi tanpa memandang bau atau warna ketika dupa dibakar bau dan warnanya berubah dan menjadi satu dalam asap.
Ini lambang dari individu yang mementingkan diri sendiri atau ego untuk bersatu dengan semua yang lainnya, untuk menyatu dengan kehidupan. Dupa digunakan dalam pengertian yang sama dengan persembahan bunga. Dipersembahkan untuk mengenang Sang Buddha. Ini adalah bentuk lain dari meditasi.


MEDITASI dan TASBIH
Tidak ada sembahyang dalam agama Buddha. Kata-kata yang mereka kaji adalah meditasi, bukan sembahyang. Mereka membuktikan pada diri sendiri ajaran Sang Buddha dan doktrinnya, oleh karena itu mereka akan memperoleh mental yang baik untuk mencapai kualitas yang sama pada pikiran mereka masing-masing,akan tetapi dalam tingkatan yang kecil.
Menurut agama Buddha alam semesta ini diatur oleh suatu hukum kebenaran abadi yang tidak berubah, tidak oleh makhuk agung yang dapat mendengar dan menjawab doa-doa. Hukum ini sangat sempurna sehingga tidak ada sesuatu, tidak ada dewa atau manusia yang dapat mengubahnya dengan menghormatinya atau menentangnya. Tasbih meditasi adalah simbol dari persatuan dan keharmonisan. Untaian ini tersusun dari untaian tasbih pada tali, tiap untaian menggambarkan kepribadian. Akan tetapi tasbih tidak terpisah dan berdiri sendiri tetapi berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk satu untaian tasbih.
Secara pribadi, kita mungkin kelihatan mandiri tetapi kita bukanlah orang yang bisa berdiri sendiri. Kita berhubungan dengan yang lainnya dalam pandangan kehidupan yang disebut pandangan Sang Buddha. Kita saling berhubungan dan tergantung. Seseorang tidak akan bertahan tanpa yang lainnya. Demikianlah, tasbih meditasi melambangkan persatuan dari semuanya dan keharmonisan antara mereka.


LILIN
Lilin adalah simbol dari kebijaksanaan. Dalam dunia nyata kita melihat sesuatu dengan perantara cahaya. Jika kita tidak memiliki matahari atau lampu listrik, dunia ini akan sedemikian gelapnya dan kita tidak dapat melihat segala sesuatu. Dalam dunia kerokhanian, penerangan secara fisik tidak dapat membantu kita untuk melihat. Kita hanya dapat melihat dengan kebijaksanaan. Kita sering mengalami kesukaran dalam kehidupan sehari-hari karena kita tidak memiliki kebijaksanaan.
Kebijaksanaan adalah suatu cahaya yang mengakibatkan kita mengerti kenyataan hidup. Kebijaksanaan, yang merupakan hal penting dalam agama Buddha, berbeda dengan pengetahuan ajaran Sang Buddha. Pengetahuan atau pelajaran adalah sesuatu yang didapat dari sumber luar. Kita dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan membaca, mendengar kuliah, dan sebagainya. Tetapi kebijaksanaan tidak dapat diperoleh dari luar, harus dihasilkan dalam kehidupan kita sendiri. Kebijaksanaan hanya didapat melalui pengalaman secara langsung dan sekarang.


LONCENG
Lonceng dipergunakan dalam vihara atau rumah dengan tiga tujuan; mengumumkan waktu pertemuan, menandakan perbedaan fase dari pelayanan atau waktu kebaktian, dan sebagai simbol untuk membantu dalam meditasi. Ketika suara merdu terdengar, kita mendengarkan resonasinya melalui kekuatan bunyi yang tergantung pada meditasi.

LAMPU
Seperti bunga, lampu ditempatkan disetiap sudut altar. Mereka melambangkan penerangan ajaran Sang Buddha, menghilangkan kegelapan dan ketidaktahuan dunia. Nyala api pada lilin atau lampu minyak dan bunga masing-masing dapat diumpamakan sebagai badan jasmani atau kehidupan. Persembahan lampu juga melambangkan penerangan dari kegelapan atau ketidaktahuan melalui penerangan dari kebenaran. Adanya nyala api dan kecermelangannya melambangkan barang-barang yang akan dibuang terbakar sampai habis sedikit demi sedikit melalui salah pengertian yang telah bertahun-tahun karena itu kita hanya dapat berpikir dari intisari yang murni.


BUNGA TERATAI
Bunga teratai adalah lambang yang sangat dikenal dalam agama Buddha. Ini disebutkan dalam sejarah agama Buddha ketika Sang Buddha dilahirkan (sebagai Pangeran Siddhatta) di Taman Lumbini. Tujuh kuntum bunga teratai mekar dari bumi untuk menyambut kelahiran seorang bayi suci yang berjalan tujuh langkah di atasnya. Bunga Teratai berakar dalam lumpur, muncul di atas air, tumbuh di atas permukaan air, dan mekar dalam kecantikan dan kemurnian untuk menyambut sinar matahari yang pertama.
Begitu pula umat manusia, berakar dalam lumpur kegelapan dan ketidaktahuan. Adalah Buddha Gotama yang mempunyai hal istimewa untuk mengangkat dirinya ke atas permukaan air. Dia adalah bunga teratai dari umat manusia. Oleh karena itu para pengikutnya harus berpikir tunggal dan harus sepenuh hati, selalu bekerja keras untuk keluar dari rawa dan air kotor dari nafsu dan keinginan sampai mereka bebas dan cukup suci untuk menyambut sinar pertama dari penerangan Buddha yang tak terbatas. Banyak khotbah yang telah diuraikan oleh Sang Buddha dengan mengumpamakan bunga teratai terhadap pikiran. Dikatakan bahwa pikiran Buddha bersih bagaikan bunga teratai.


SWASTIKA
Swastika berasal dari bahasa Sanskerta terbagi atas tiga suku kata; Su – Asti – Ka. Secara umum dibaca suatika! Su berati bagus atu baik, asti berarti menjadi, dan ka adalah bentuk akhir dari rangkaian kata tersebut. Swastika berarti menjadi baik. Swastika banyak terdapat dalam kitab Veda, baik sebagai kata benda yang berarti kebahagiaan dan sebagai kata keterangan yang berarti menjadi baik.
Di India kata Swastika dapat disamakan dengan kata ucapan syukur dan khususnya keramat. Bagi agama Buddha simbol ini melambangkan asal, keberadaan dan kekalahan atau perpanjangan yang tak terbatas dari kelangsungan kelahiran. Persamaan Swastika dengan roda juga mengingatkan kita terhadap ajaran Sang Buddha ke seluruh dunia dengan sebuah pesan kedamaian dan jasa baik. Swastika dikenal sejak zaman Raja Asoka di India, agama Buddha memakainya sendiri seperti agama Kristen yang sekarang memakai salib.


DHAMMACAKKA
Salah satu lambang yang sangat terkenal dalam agama Buddha adalah roda Dhamma. Ketika Sang Buddha menyebarkan khotbah pertamanya Beliau menamakan "Perputaran Roda Kebenaran". Ini menjadi tema yang paling disukai dalam seni agama Buddha , pengarang, perancang, dan dekorasi vihara. Perputaran roda berarti mengajarkan ajaran atau hukum. Ungkapan roda adalah untuk peraturan tentang kelakuan yang baik , yang disebut Jalan Utama Beruas Delapan. Persamaan mereka menandakan keadilan yang abadi. Lingkaran adalah meliputi seluruh kasih sayang dan kebijaksanaan. Gandar adalah batang kebenaran, pada saat roda berputar. Pusatnya mewakili keutuhan kehidupan.

VAJRA
Vajra = tidak terhancurkan merupakan lambang penundukan atas rintangan karma buruk. Biasanya beruji 3 atau 5. Dapat dilihat pada picture dari tangan kanan Vajrasattva yang menggenggam vajra :
Dalam Tantra biasanya beliau divisualisasikan dengan memakai Mahkota Panca Dhyani Buddha, dengan mata biru, alis bagaikan bulan, telinga yang panjang, memakai busana surgawi dan perhiasan yang dipersembahkan padanya, tubuh bewarna putih transparan memancarkan cahaya, bagian dada ada mantra sataksara yang berputar, tangan kanan di depan dada yang memegang vajra, tangan kiri memegang gantha (bel) menempel pada paha kiri dengan sikap padmasana sempurna di tas teratai putih berkelopak 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar